PERTENTANGAN SOSIAL DAN INTEGRASI
MASYARAKAT
A. Latar Belakang
Setiap tingkah laku individu satu
dengan individu lain pasti berbeda. Individu bertingkah laku karena ada
dorongan untuk memenuhi kepentingannya. Tapi apabila gagal dalam memenuhi
kepentingannya akan banyak menimbulkan masalah baik bagi dirinya maupun bagi
lingkungannya. Dan suatu hal yang saling berkaitan, apabila seorang individu
mempunyai prasangka dan akan cenderung membuat sikap untuk membeda-bedakan.
Maka akan terjadi sikap bahwa kebudayaan dirinya lebih baik daripada kebudayaan
orang lain, sehingga timbullah konflik yaitu berusaha untuk memenuhi tujuannya
dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan.
Di dalam kelompok masyarakat
Indonesia, konflik dapat disebabkan karena faktor harga diri dan kebanggaan
kelompok terusik, adanya perbedaan pendirian atau sikap, perbedaan kebudayaan,
benturan kepentingan (politik, ekonomi, kekuasaan). Adat kebiasaan dan tradisi
yang hidup dalam masyarakat merupakan tali pengikat kesatuan perilaku di dalam
masyarakat. Suatu kelompok yang ada dalam keadaan konflik yang berlangsung lama
biasanya mengalami disintegrasi. Dan untuk menyelesaikan semua itu melalui
integrasi masyarakat. Integrasi dapat berlangsung cepat atau lambat karena
dipengaruhi oleh faktor homogenitas kelompok, besar kecilnya kelompok,
mobilitas geografis, dan efektifitas komunikasi.
PERTENTANGAN-PERTENTANGAN SOSIAL DAN INTEGRASI MASYARAKAT
A. Perbedaan Kepentingan
Kepentingan merupakan dasar
timbulnya tingkah laku individu. Tingkah laku individu merupakan cara atau alat
dalam memenuhi kepentingannya. Ada 2 jenis kepentingan dalam diri individu
yaitu kepentingan untuk memenuhi kebutuhan biologis dan sosial/psikologis.
Perbedaan kepentingan itu antara lain:
1. Kepentingan individu
untuk memperoleh kasih sayang.
2. Kepentingan individu
untuk memperoleh harga diri.
3. Kepentingan individu
untuk memperoleh penghargaan yang sama.
4. Kepentingan individu
untuk memperoleh potensi dan posisi.
5. Kepentingan individu
untuk membutuhkan orang lain.
6. Kepentingan individu
untuk memperoleh kedudukan di dalam kelompoknya.
7. Kepentingan individu
untuk memperoleh rasa aman dan perlindungan diri.
8. Kepentingan individu
untuk memperoleh kemerdekaan diri
B. Prasangka dan Diskriminasi
Prasangka dan diskriminasi dua hal
yang ada relevansinya. Kedua tindakan tersebut dapat merugikan pertumbuhan,
perkembangan, dan bahkan integrasi masyarakat. Kerugian prasangka melalui
hubungan pribadi dan akan menjalar bahkan melembaga (turun-temurun). Jadi
prasangka dasarnya pribadi dan dimiliki bersama. Perbedaan terpokok antara
prasangka dan diskriminatif adalah prasangka menunjukkan pada aspek sikap,
sedangkan diskriminatif pada tindakan. Sikap adalah kecenderungan untuk
berespons baik secara positif atau negatif terhadap orang, obyek atau situasi.
Dalam konteks realitas, prasangka
diartikan: “Suatu sikap terhadap anggota kelompok etnis atau ras tertentu, yang
terbentuk terlalu cepat tanpa suatu induksi. Diskriminatif merupakan tindakan
yang realistis”. Dapat disimpulkan bahwa prasangka itu muncul sebagai akibat
kurangnya pengetahuan, pengertian dan fakta kehidupan, adanya dominasi
kepentingan golongan atau pribadi, dan tidak menyadari atau insyaf akan
kerugian yang bakal terjadi. Tingkat prasangka itu menumbuhkan jarak sosial
tertentu di antara anggota sendiri dengan anggota kelompok luar.
Sebab-sebab terjadinya prasangka:
1. Pendekatan Historis
Pendekatan ini berdasarkan teori
pertentangan kelas, menyalahkan kelas rendah di mana mereka yang tergolong
kelas atas mempunyai alasan untuk berprasangka terhadap kelas rendah
2. Pendekatan
Sosiokultural dan Situasional
a. Mobilitas
sosial: gerak perpindahan dari strata satu ke strata sosial lainnya. Artinya
kelompok
orang yang mengalami penurunan status akan terus mencari alasan mengenai nasib buruknya.
orang yang mengalami penurunan status akan terus mencari alasan mengenai nasib buruknya.
b. Konflik antara
kelompok: prasangka sebagai realitas dari dua kelompok yang bersaing.
c. Stagma
perkantoran: ketidakamanan atau ketidakpastian di kota disebabkan oleh “noda”
yang
dilakukan oleh kelompok tertentu.
dilakukan oleh kelompok tertentu.
d. Sosialisasi: prasangka
muncul sebagai hasil dari proses pendidikan, melalui proses sosialisasi mulai
kecil hingga dewasa.
kecil hingga dewasa.
3. Pendekatan Kepribadian
Teori ini menekankan pada faktor
kepribadian sebagai penyebab prasangka, disebut dengan frustasi agresi. Menurut
teori ini keadaan frustasi merupakan kondisi yang cukup untuk timbulnya tingkah
laku agresif.
4. Pendekatan
Fenomenologis
Pendekatan ini ditekankan pada
bagian individu memandang atau mempersepsikan lingkungannya, sehingga
persepsilah yang menyebabkan prasangka.
5. Pendekatan Naïve
Prasangka bisa diartikan sebagai
suatu sikap yang terlampau tergesa-gesa berdasarkan generalisasi yang terlampau
cepat, sifat berat sebelah dan dibarengi proses simplifikasi (terlalu
menyederhanakan terhadap suatu realita). Sikap berprasangka jelas tidak adil,
sebab sikap yang diambil hanya berdasarkan pada pengalaman atau apa yang di
dengar.
C. Etnhosentrisme Stereotype
Ethnosentrisme yaitu sikap untuk
menilai unsur-unsur kebudayaan orang lain dengan mempergunakan ukuran-ukuran
kebudayaan sendiri. Sikap ini dianggap bahwa kebudayaan dirinya lebih unggul
dari kebudayaan lainnya.
Stereotype yaitu gambaran dan
ajakan ejek. Stereotype diartikan sebagai tanggapan mengenai sifat-sifat dan
waktu pribadi orang atau golongan lain yang bercorak negatif sebagai akibat
tidak lengkapnya informasi dan sifatnya yang subyektif
D. Konflik dalam Masyarakat
Konflik merupakan suatu tingkah
laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan
dengannya, misal kebencian atau permusuhan. Konflik dapat terjadi pada
lingkungan yang paling kecil yaitu individu sampai kepada lingkup yang luas,
yakni masyarakat:
1. Pada taraf di dalam
diri seseorang, konflik menunjuk pada adanya pertentangan atau emosi-emosi dan
dorongan-dorongan antagonistic di dalam diri seseorang.
2. Pada taraf kelompok,
konflik-konflik ditimbulkan dari konflik-konflik yang terjadi dalam diri
individu dari perbedaan-perbedaan anggota kelompok dalam tujuan, nilai, norma
serta minat untuk menjadi anggota kelompok.
3. Pada taraf masyarakat,
konflik bersumber pada perbedaan nilai dan norma kelompok dengan nilai dan
norma kelompok lain.
Tipe konflik ini timbul dari
proses-proses yang tidak rasional dan emosional dari pihak-pihak yang terlibat
di dalamnya. Upaya untuk memecahkan konflik selalu timbul selama berlangsungnya
kehidupan suatu kelompok, namun terdapat perbedaan-perbedaan di dalam sifat dan
intensitas konflik pada berbagai tahap perkembangan kelompok. Adapun cara-cara
pemecahan konflik sebagai berikut:
1. Elimination:
Pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat di dalam konflik.
2. Subjugation atau
Domination: Orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar dapat
memaksa orang atau pihak lain untuk mentaatinya.
memaksa orang atau pihak lain untuk mentaatinya.
3. Majority Rule: Suara
terbanyak yang ditentukan dengan voting, akan menentukan keputusan,
tanpa mempertimbangkan argumentasi.
tanpa mempertimbangkan argumentasi.
4. Minority Consent:
Kelompok mayoritas yang menang, namun kelompok minoritas tidak merasa
dikalahkan, dan menerima keputusan serta sepakat untuk melakukan kegiatan bersama.
dikalahkan, dan menerima keputusan serta sepakat untuk melakukan kegiatan bersama.
5. Compromise (Kompromi):
Kedua atau semua sub kelompok yang terlibat di dalam konflik,
berusaha mencari dan mendapatkan jalan tengah.
berusaha mencari dan mendapatkan jalan tengah.
6. Integration:
Pendapat-pendapat yang bertentangan didiskusikan, dipertimbangkan, dan ditelaah
kembali sampai kelompok mencapai suatu keputusan yang memuaskan bagi semua pihak.
kembali sampai kelompok mencapai suatu keputusan yang memuaskan bagi semua pihak.
Usaha-usaha untuk menghindari
perbedaan-perbedaan dan untuk memendam konflik-konflik, tidak pernah berhasil
dalam waktu yang lama. Kesatupaduan di dalam perbedaan-perbedaan merupakan
suatu nilai yang menghargai perbedaan, yang menggunakan perbedaan-perbedaan
tersebut untuk memperkuat kelompok.
E. Integrasi Masyarakat dan
Nasional
Integrasi masyarakat dapat
diartikan adanya kerjasama dari seluruh anggota masyarakat, mulai dari
individu, keluarga, lembaga-lembaga, dan masyarakat secara
keseluruhan Integrasi masyarakat akan terwujud apabila mampu mengendalikan
prasangka yang ada di dalam masyarakat, sehingga tidak terjadi konflik.
Dalam memahami integrasi
masyarakat, kita juga mengenal integrasi nasional, yaitu organisasi-organisasi
formal yang melalui mana masyarakat menjalankan keputusan-keputusan yang
berwenang. Untuk terciptanya integrasi nasional, perlu adanya suatu jiwa, asas
spiritual, solidaritas yang besar. Perlu dicari bentuk-bentuk akomodatif yang
dapat mengurangi konflik sebagai akibat dari prasangka, yaitu melalui 4 sistem:
-
Sistem budaya seperti nilai-nilai Pancasila dan
UUD 45.
-
Sistem sosial seperti kolektiva-kolektiva sosial
dalam segala bidang.
-
Sistem kepribadian yang terwujud sebagai
pola-pola penglihatan, perasaan, pola-pola penilaian yang dianggap pola
keindonesiaan.
-
Sistem organik jasmaniah, di mana nasion tidak
didasarkan atas persamaan ras.
Untuk mengurangi prasangka ke-4
sistem itu harus dibina, dikembangkan dan memperkuatnya sehingga perwujudan
nasion Indonesia tercapai.
F. Kesimpulan
Di setiap masyarakat pasti muncul
pertentangan-pertentangan atau permasalahan-permasalahan, di antaranya:
-
Perbedaan Kepentingan: ada 2 kepentingan dalam
diri individu, yakni kepentingan biologis dan kepentingan sosial/psikologis.
-
Prasangka dan Diskriminatif: prasangka yang
menunjukkan aspek sikap sedangkan diskriminatif pada tindakan.
-
Ethnosentrisme dan StereotypeEthnosentrisme
: kebudayaan dirinya lebih unggul dari kebudayaan
lainnya.Stereotype :
gambaran dan anggapan jelek.
-
Konflik dalam kelompok: Suatu tingkah laku yang
dibedakan emosi tertentu yang sering dihubungkan dengannya.
Cara pengendalian dari
permasalahan-permasalahan di atas, yaitu melalui integrasi masyarakat dan
nasional, yang mengandung pengertian:
1. Integrasi
Masyarakat : adanya kerjasama dari seluruh anggota masyarakat.
2. Integrasi
Nasional : organisasi-organisasi formal
melalui mana masyarakat menjalankan
keputusan-keputusan yang berwenang.
keputusan-keputusan yang berwenang.
G. Saran
Makalah yang ditulis ini tentunya
sangat jauh dari nilai kesempurnaan. Meskipun demikian penulis tetap
menyarankan kepada para pembaca, agar dalam menjalani kehidupan sehari-hari selalu
melihat konflik maupun pertentangan-pertentangan yang bersumber dari perbedaan
secara logis dan realistis, sehingga tidak menimbulkan konflik yang lebih besar
yang dapat mengarahkan kita pada perpecahan dalam berbangsa. Semoga makalah
yang sederhana ini memiliki manfaat bagi penulis khususnya dan seluruh pembaca
pada umumnya.
Daftar Pustaka :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar